Sudah lama orang mencari ”obat kuat” buat otak. Belakangan di kalangan ilmu penyakit tua (Geriatrics) bermunculan temuan bahwa otak bisa dipelihara potensinya dengan mengonsumsi beberapa jenis zat berkhasiat alami, maupun obat kimiawi. Seperti apakah?
Sudah lazim kalau fungsi otak semakin susut dengan bertambahnya umur. Pak Wir. pada umurnya yang lewat 70 tahun sering mengeluh kalau ia jadi sangat pelupa. ”Apa saya sudah pikun, Dok?” ia bertanya. Tentu harus dijawab belum tentu begitu.
Kemampuan mengingat merupakan salah satu fungsi otak. Namun, lupa dan lupa bisa berarti dua. Mungkin cuma jenis lupa yang jamak pada usia lanjut (forgetfullness), atau bisa jadi betul sebuah kepikunan.
Tentu tidak semua orang berusia lanjut pasti pikun. Beberapa faktor penunjang berperan di sana. Faktor gen, misalnya, yang membuat jaringan otak sontak berubah jadi kisut seperti terjadi pada penyakit Alzheimer. Kasus penurunan fungsi otak lainnya boleh jadi lantaran otak tidak dijaga kebugarannya.
Normalnya, supaya tetap bugar, otak membutuhkan dua hal: aliran darah yang senantiasa lancar mengirimkan oksigen dan zat gizi. Untuk itu darah sendiri harus sehat, sel-selnya normal, dan cairan darahnya tidak mengental (tak beragregasi).
Kita tahu, aliran darah otak dipengaruhi juga oleh kekuatan jantung memompa darah, selain masih utuhnya pipa pembuluh darah otak. Menu harian bagus saja tanpa tekanan darah ke otak yang cukup, atau bila pipa pembuluh otak sudah tersumbat, tetap saja membuat otak kekurangan pasokan makan. Dalam hitungan menit, kekurangan pasokan oksigen ke otak membuat jaringan otak rusak dan mati, sehingga fungsi otak terganggu dan tidak lagi optimal.
Sebaliknya, pasokan darah ke otak cukup tetapi menu harian banyak kekurangan, sama-sama membuat sel otak tidak lagi bugar. Cara bernapas yang pendek, oksigen dalam udara yang kita hirup sudah tipis, banjirnya polusi udara, merupakan beberapa muasal yang bikin sel otak menjerit akibat sesak napas. Belum dihitung efek buruknya jika memilih menu harian yang minim jenis nutrisi buat makanan otak atau kekurangan zat pemasok bahan kimiawi penghubung antarsel otak (neurotransmitter).
Neurotransmitter
Kita sudah kenal hampir seratus jenis kimiawi neurotransmitter untuk sekian banyak fungsi otak. Kekurangan salah satu kimiawi penghubung antarsel otak ini berakibat fungsi otak terganggu. Setiap bagian fungsi otak diperankan oleh satu kimiawi vital ini.
Temuan baru-baru ini ihwal proses jatuh cinta pun, misalnya, kedapatan dipengaruhi oleh nuerotransmitter jenis dopamine. Ini sama dengan proses munculnya gangguan jiwa jenis obsesif-kompulsif (National Geographic, edisi Feberuari 2006).
Tahun 2000, ketika pemetaan otak (Human Brain Mapping) berhasil dibaca, ditemukan ada bagian otak (claustrum) yang diyakini sebagai pusat seks laki-laki (Brain G-Spot). Setiap kali laki-laki terangsang seks, claustrum otaknya jadi aktif, dan aliran darah ke sana meningkat. Temuan itu menjanjikan bakal terciptanya obat (kimiawi) yang mampu memicu bagian otak itu untuk bergiat, dan seks laki-laki lalu jadi bisa on terus.
Jauh sebelum itu, riset otak (setelah Presiden Bush menyatakan abad ke-20 sebagai Brain Age) juga menemukan pusat rasa takut, pusat kematian, pusat umur panjang di otak. Dengan temuan itu berarti ada harapan bioteknologi bakal mampu memanipulasi pusat-pusat di otak itu demi tujuan kesejahteraan umat manusia.
Kendati otak terpelihara baik, cemaran bisa juga mendera dari luar, dengan akibat yang lebih kurang sama. Radikal bebas yang membanjir dari udara, menu harian, dan gelombang elektromagnetik (telepon seluler, medan listrik, gelombang dari oven, layar monitor, dan alat elektronik lainnya) kian merongrong kehidupan orang modern. Ketajaman mental bisa menurun olehnya. Akibatnya, kemampuan mengingat, belajar, perhatian, konsentrasi, dan pengambilan keputusan, menjadi tidak lagi tajam.
Otak juga memerlukan pasokan zat gizi yang lengkap, khususnya zat besi, trace element selenium, selain grup vitamin B, dan omega-3 (DHA). Anemia kekurangan zat besi bisa menurunkan ketajaman kognitif, selain bisa terjadi gangguan mood, kecemasan, rasa letih berlebihan bila otak kekurangan mineral selenium.
Nootropics
Sudah disebut di atas, agar otak tetap bekerja normal diperlukan aliran darah otak yang optimal, dan pasokan oskigen dan makanan otak yang cocok. Dengan perkataan lain, metabolisme otak ditingkatkan.
Dari sekian temuan tentang makanan yang diperlukan otak, ternyata lebih sepuluh zat vital yang kedapatan sangat berperan, di antaranya phosphatidylserine yang selain meningkatkan fungsi kognitif, rasa sejahtera dan tampilan perilaku normal pun dibangkitkan. Dengan zat itu ketajaman mental meningkat.
Khasiat yang sama juga diperoleh dari zat vinpocetine (dari kecambah tanaman voaconga) yang banyak digunakan untuk kepikunan usia lanjut, yang kerjanya meningkatkan aliran darah ke otak, selain memperbaiki transpor gula ke sel otak. Lalu, ditemukan pula ginkgosides A-D dari daun ginkgobiloba yang berkhasiat meningkatkan aliran darah otak, selain memperbaiki impuls saraf otak.
Kita juga mengenal phenylalanine, bahan pembuat beberapa jenis neurotransmitter. Sementara carnitine diyakini sebagai antioksidan penghambat penuaan otak dan memacu beberapa neurotransmitter. Zat hydergine kedapatan juga mampu meningkatkan aliran darah otak.
Bahan-bahan di atas tergolong nootropics atau pemacu fungsi otak, dan kini kian banyak dimanfaatkan sebagai suplemen, selain dijadikan ”obat” karena berkhasiat meningkatkan aliran darah otak, sekaligus pemasok makanan yang cocok buat otak, yang berarti meningkatkan metabolisme otak.
Tak Cukup Red-Pill
Riset ihwal bagaimana memori dibentuk di otak sudah berhasil dilacak. Ternyata beberapa zat berperan dalam pembentukan memori di otak. Periset Eric Kendel, penerima Nobel tahun 2000 (Memory Pharmaceutical) berhasil melacak kemampuan memori otak pada tingkat molekuler. Ia menemukan, ternyata zat AMP (Adenosinemonophosphate) memegang peran utama dalam pembentukan memori.
Lebih lanjut diketahui kalau jenis CREB (C-AMP response element binding protein) persisnya sebagai zat pembentuk memori. Lebih delapan buah perusahaan farmasi kemudian berlomba menciptakan zat pintar ini, sebagai kontraktor utama pembentukan ingatan pada otak manusia.
Sebetulnya sudah sejak tahun 50-an mulai ditelusuri kemungkinan menciptakan ”obat” untuk mengatasi kehilangan memori otak akibat bertambahnya umur (age-related memory loss). Dari sana tercipta beberapa obat baru untuk menanggulangi kasus Alzheimer. Menyusul kemudian golongan obat piracetam, amiracetam, oxiracetam, pramiracetam sebagai peningkat spesifik kemampuan kognitif otak.
Jenis yang memengaruhi neurotransmitter otak diperankan oleh golongan linopirdine, physostigmin, sabeluzole, tacrine, vasopressine, amantadine, selain nikotin dan kafein. Dalam bahan herbal muncul jenis Ma-huang, oxymethanol, pyritinol, dan BR-16A.
Bahan-bahan berkhasiat tersebut yang kini diangkat sebagai ”obat kuat” atau ”pil merah” (sedang Viagra sebagai ”obat kuat seks” dijuluki sebagai ”pil biru”), yang kini ramai-ramai masuk ke pasar sebagai bahan penguat otak. Penguat di sini berarti menjaga kemampuan kognitif (mempertajam ingatan, perhatian, konsentrasi, solusi masalah, dan pengambilan keputusan).
Namun, satu hal tidak boleh lupa. Aliran darah otak yang lancar dan makanan otak yang cocok saja belum cukup kalau oksigen yang kita hirup masih tidak memadai. Kegiatan rutin olah napas menjadi bagian yang tak terpisahkan dari upaya membugarkan otak.
Hal lain bahwa bahan-bahan di atas, bukanlah menambah otak jadi lebih pintar. Kecerdasan itu ibarat sebuah gelas. Masing-masing orang memiliki gelas kecerdasannya sendiri yang diwarisi dari ayah-ibunya. Asuhan, pendidikan, dan pengalaman hidup yang akan mengisi gelas kecerdasan kita. Tergantung bagaimana sejak kecil kita diasuh dan dididik, gelas kecerdasan milik kita akan terisi penuh ataukah tidak, sehingga otak bisa tampil optimal.
Pemberian bahan berkhasiat, obat, makanan, minuman yang berisikan menu yang cocok buat otak, hanyalah menjaga keoptimalan agar gelas yang sudah terisi penuh itu tetap penuh, dan bukanlah memberi gelas kecerdasan baru yang lebih besar.
Sumber: Gaya Hidup Sehat
Dr. Handrawan Nadesul
Labels: OBAT